Powered By Blogger

Monday, September 22, 2008

sejarah pembuatan H-K G36


Heckler & Koch (HK) mulai merancang G36 pada tahun 1990, ketika itu Bundeswehr meminta HK untuk membuat senapan baru untuk menggantikan senapan yang sudah dipakai sejak tahun 1950-an, senapan tempur 7.62 × 51 mm G3. Sebelumnya dua rancangan HK sempat ditolak pada tahun 1980-an, yaitu senapan revolusioner G11 dan senapan konvensional G41.

Untuk senapan baru mereka HK50 (Proyek 50), HK mengikuti fitur-fitur yang terdapat pada sejumlah desain sebelumnya, dan juga membuat beberapa inovasi baru, berdasarkan pengalaman perancangan senjata-senjata sebelumnya, antara lain HK36, VP70, dan G11. Sistem penembaknya mirip AR-18 ArmaLite, yang menggunakan operasi gas piston pendek, dan bolt berputar Johnson/Stoner.

sejarah M-16


Pada tahun 1948, Angkatan Darat AS mendirikan badan sipil Kantor Penelitian Operasi (Operations Research Office, ORO). Salah satu penelitian pertama mereka adalah menganalisa lebih dari tiga juta laporan medan Perang Dunia II. Kesimpulan yang mereka dapat adalah bahwa sebagian besar pertempuran terjadi pada jarak dekat. Pada perang dengan mobilitas yang tinggi, regu-regu tempur sering menemui musuh secara tiba-tiba; dan pihak yang memiliki kemampuan menembak paling banyak adalah yang menang. Mereka juga menemukan bahwa kemungkinan tertembak pada pertempuran sebenarnya acak saja — maksudnya, membidik secara akurat tidak begitu berpengaruh, karena target tidak diam pada tempatnya. Selain itu, peluru kaliber besar yang digunakan pada senapan-senapan masa itu juga tidak cocok karena terlalu besar dan berat, yang dibutuhkan adalah peluru dengan kaliber yang lebih kecil.

Penelitian ini terlihat oleh Kolonel René Studler, Kepala Penelitian dan Pengembangan Senjata Ringan AD AS. Kolonel Studler lalu meminta Aberdeen Proving Ground untuk membuat laporan tentang peluru kaliber lebih kecil. Sebuah tim yang dipimpin Donald Hall, direktur pengembangan di Aberdeen, melaporkan bahwa peluru dengan ukuran 0,22 inci (5,59 mm) efeknya akan sama dengan peluru kaliber besar di pertempuran. Anggota timnya, khususnya William C. Davis, Jr. dan G.A. Gustafson, mulai mengembangkan percobaan peluru 0,224 inci (5,69 mm). Tapi pada tahun 1955, permintaan pendanaan mereka ditolak.

Sebuah penelitian baru, Proyek SALVO, dibuat untuk mencari rancangan senjata yang cocok dipakai pada pertempuran sebenarnya. Proyek SALVO dijalankan pada tahun 1953 sampai 1957 dengan dua fase. SALVO I menyimpulkan bahwa sebuah senapan yang menembakkan empat peluru ke area 0.5 meter akan melipatgandakan kemungkinan kena pada senapan semi-otomatis.

Pada fase SALVO II, dilakukan pengetesan konsep senjata. Irwin Barr dari AAI Corporation memperkenalkan serangkaian senjata dengan peluru mirip anak panah, mulai dari peluru shotgun berisi 32 anak panah, sampai senapan dengan peluru panah. Winchester dan Springfield menawarkan senjata dengan banyak laras, dan ORO menawarkan peluru .308 Winchester atau .30-06, yang berisi dua peluru kaliber .22, .25 atau .27.

sejarah AK-47



AK-47

(singkatan dari Avtomat Kalashnikova 1947, Rusia: Автомат Калашникова образца 1947 года) adalah senapan serbu yang dirancang oleh Mikhail Kalashnikov, diproduksi oleh pembuat senjata Rusia IZhMASh, dan digunakan oleh banyak negara Blok Timur semasa Perang Dingin. Senapan ini diadopsi dan dijadikan senapan standar Uni Soviet pada tahun 1947.[2] Jika dibandingkan dengan senapan yang digunakan semasa Perang Dunia II, AK-47 mempunyai ukuran lebih kecil, dengan jangkauan yang lebih pendek, memakai peluru dengan kaliber 7,62 x 39 mm yang lebih kecil, dan memiliki pilihan tembakan (selective-fire). AK-47 termasuk salah satu senapan serbu pertama dan hingga kini merupakan senapan serbu yang paling banyak diproduksi.[2][3]

Thursday, September 18, 2008

Sniper Den Bravo 90



Untuk ukuran Indonesia, Kopassus jadi barometer pasukan khusus. Popularitas Korps Baret Merah sudah dirintis sejak pembentukan Kesatuan Komando Tentara dan Teritorium (Kesko TT) III pada 16 April 1952 berdasarkan instruksi Panglima TT III Kolonel Inf. Kawilarang. Pendidikan komando angkatan pertama diikuti 400 siswa dibuka 1 Juli 1952 di Batujajar. Komandan pertama merangkap instruktur utama dipercayakan kepada Mayor Idjon Djanbi.

Penyempurnaan organisasi terus dilakukan. Dari Kesko TT diubah jadi Korps Komando Angkatan Darat (KKAD, 1953), Resimen Pasukan Komando AD (RPKAD, 1955), Resimen Para Komando AD (RPKAD, 1959), Menparkoad (1962), Pusat Pasukan Khusus (Puspassus, 1966), Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha, 1971), dan Kopassus (1985).

Mengantisipasi maraknya tindakan pembajakan pesawat terbang era 1970/80-an, Kepala Badan Intelijen Strategis ABRI menetapkan lahirnya sebuah kesatuan baru setingkat detasemen di lingkungan Kopassandha. Pada 30 Juni 1982, muncullah Detasemen 81 (Den-81) Kopassandha dengan komandan pertama Mayor Inf. Luhut B. Panjaitan dengan wakil Kapten Inf. Prabowo Subianto. Kedua perwira sempat dikirim ke GSG-9 (Grenzschutzgruppe-9) Jerman untuk mendalami penanggulangan teror dan sekembalinya ke Tanah Air dipercaya menyeleksi dan melatih prajurit yang ditunjuk ke Den-81.

Keinginan mendirikan Den-81 sebenarnya tidak terlepas dari peristiwa pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla di Bandara Don Muang, Bangkok, 31 Maret 1981. Nah, pasukan yang berhasil membebaskan Woyla inilah yang menjadi cikal bakal anggota Den-81, dan belakangan diganti lagi jadi Satuan 81 Penanggulangan Teror (Sat-81 Gultor). Dari periode 19952001, Den-81 sempat dimekarkan jadi Grup 5 Antiteror (Grup 4 Sandi Yudha).

Secara organisatoris, Gultor langsung di bawah komando dan pengendalian Danjen Kopassus. Gultor saat ini dipimpin perwira menengah berpangkat kolonel. Proses rekrutmen prajurit Gultor dimulai sejak seorang prajurit selesai mengikuti pendidikan para dan komando di Batujajar. Dari sini, mereka akan ditempatkan di satuan tempur Grup 1 dan Grup 2, baik untuk orientasi atau mendapatkan pengalaman operasi.

Sekembalinya ke markas, prajurit tadi akan ditingkatkan kemampuannya untuk melihat kemungkinan promosi penugasan ke Satuan Sandi Yudha atau Satuan Antiteror. Untuk antiteror, pendidikan dilakukan di Satuan Latihan Sekolah Pertempuran Khusus Batujajar. Operasi terakhir terbilang sukses Den-81 yaitu saat pembebasan 26 sandera yang ditawan GPK Kelly Kwalik di Irian Jaya pada 15 Mei 1996. Namun Operasi Woyla masih menjadi satu-satunya operasi antiteror dalam skala besar yang dijalankan TNI hingga saat ini. Tidak jelas berapa jumlah prajurit Sat-81 Gultor saat ini. Dari segi persenjataan, Gultor diakui lebih mewah dari dua saudaranya.

Super Puma Dengan Tampilan Baru



PT DI berkerjasama dengan Eurocopter membuat komponen Helikopter Super Puma II (Cougar) seri terbaru untuk menguasai pasar helikopter khusus Angkatan Udara di kawasan Asia.

Helikopter “Cougar” buatan PT DI itu diberi nama NAS 532 dengan spesifikasi antara lain, mesin 2xTurbomeca Makila 1A1 1,874hp Turboshaft engines, panjang baling-baling 15,508m, W (rotor diameter)- 15.60m, tinggi 4.9m, bobot kosong 4,321 kg dan berat isi maksimum 8.961 kg.

“Cougar” memiliki kecepatan maksimum 261 kph, dengan jelajah 616 km. Sedangkan persenjataan yang diusung adalah 2x pintle-mounted 7.62×51mm GPMGs, 20mm GIAT Cannon, 68mm rockets.(Sumber)
Diterbitkan di: PT. DI on September 4, 2008 at 9:49 am Komentar (0)

Monday, September 15, 2008

SMART EAGLE II - Elang Mekanis Serba Bisa



Smart Eagle II merupakan prototype pertama UAV (Unman Aerical Vehicle) yang dibuat PT. Aviator Teknologi Indonesia guna kepentingan intelijen di Indonesia, terutama bagi operaional BAIS (Badan Intelijen Strategis).

UAV buatan Indonesia ini pertama kali diperkenalkan kepublik pada Indo Defence 2006, saat itu ada beberapa prototype lain yang juga diikutsertakan diantaranya Wallet- UNV Tactical dan RAI buatan PT. Mandiri Mitra Muhibbah.

Ini merupakan hasil pengembangan dan penelitian bersama antara Departemen Pertahanan dan Industri Strategis yang dimiliki Indonesia.

Spesifikasi

Selaku wahana pengamatan berjarak jangkau menengah Smart Eagle II (selanjutnya disebut SE-II) pertama kali muncul di depan publik pada penghujung tahun 2005. SE II merupakan salah satu komponen dari seperangkat sistem pengamatan via udara tanpa awak yang terdiri atas wahana udara (air vehicle), muatan (payload), dan stasiun pengendali (ground control station).

Dimensi fisik SE II adalah sebagai berikut. Panjang badan total mencapai 3,6 meter sementara lebar rentang sayap 4,8 meter dan tinggi (dari permukaan tanah hingga ujung sirip ekor) sekitar satu meter. Dengan bobot kosong 65 kilogram dan bobot maksimum tinggal landas (maximum take-off weight) 100 kilogram, SE II sanggup terbang selama hampir enam jam seraya mengusung beban muatan seberat 20 kilogram.

Tempo terbang ini mencakup dua jam untuk menuju dan pulang dari tempat operasi serta empat jam untuk beraksi. Bermodal bahan bakar bensin sebanyak 20 liter, SE II dapat terbang sejauh 150 kilometer dan setinggi 30 kilometer dengan kecepatan jelajah normal (cruise speed) 120 kilometer per jam. Namun dalam kondisi darurat kecepatan terbang SE II dapat digenjot hingga 150 kilometer perjam agar bisa menjangkau lokasi sejauh 300 kilometer.

Kinerja

SE II dapat dimodifikasi agar sanggup mengusung aneka jenis muatan yang disimpan dalam ruang pada bagian tengah bawah badan pesawat berdiameter 26 sentimeter. Muatan dapat berupa seperangkat kamera pengamat berstabilisator giro (gyro-stabilized device) dan sarana tayang hasil pengamatan.
Skala perbesaran optis tampilan obyek bidik (zooming optical scale) kamera ini 25 kali. Jika perlu arah bidik kamera dapat dilengkapi alat penjejak sasaran yang dipandu sinar laser (laser beam range finder) berjangkauan 10 kilometer. Atau bisa juga berupa seperangkat kamera pengamat berstabilisator giro dan sensor citra termal (thermal image sensor) yang juga dibantu alat penjejak sasaran berpanduan sinar laser.

Berkat keduanya, SE II mampu mendeteksi satu obyek berukuran empat meter persegi dalam jarak tiga kilometer. Segala gerak gerik SE II dikendalikan oleh dua operator di stasiun pengendali. Operator pertama mengatur olah terbang dan operator kedua mengoperasikan perangkat pengamat.

Komunikasi umum antara SE II dengan stasiun pengendali dilakukan lewat alat komunikasi tanpa kabel (wireless communication device) yang bekerja pada frekuensi 2,4 Giga Hertz. Untuk mengirim sinyal perintah operasi kepada SE II dipakai perangkat komunikasi yang bekerja pada gelombang elektromagnetik berfrekuensi UHF (Ultra High Frequency) sementara untuk menerima data hasil pengamatan dipakai perangkat komunikasi yang bekerja pada pita gelombang elektromagnetik tipe S (S-band).

Sistem kendali penerbangang SE II memanfaatkan sistem fly by wire dan untuk keperluan navigasi mengandalkan perangkat penentu lokasi Global Positioning System (GPS). Agar data hasil pengamatan SE II juga dapat disaksikan pihak di luar stasiun pengendali pada waktu yang bersamaan maka disertakan unit penerima data mobil (mobile receiver unit).

Guna menjalankan seluruh kegiatan operasional ini dibutu*kan tenaga listrik sebesar lima kilo Watt yang dipasok oleh dua unit pembangkit tenaga listrik bergerak skala kecil (mobile genset). Selain itu unit operasional SE II juga melibatkan unit perawatan dan penyedia suku cadang. Seluruh sistem operasional SE II dapat disiagakan kedelapan awaknya dalam waktu dua jam.

©alutsista.blogspot.com

Saturday, September 13, 2008

M1 Grand


M1 Garand adalah senapan semi-otomatis pertama yang dijadikan senapan standar untuk infanteri. Senapan ini menggunkan peluru kaliber .30-06 Springfield. M1 Garand menggantikan Springfield M1903 sebagai senapan standar militer Amerika Serikat pada tahun 1936. Dan senapan kemudian ini digantikan oleh M14 pada tahun 1957.

Senapan ini banyak digunakan pada Perang Dunia II dan Perang Korea, serta sedikit dipakai pada Perang Vietnam. Mayoritas M1 Garand dipakai oleh tentara Amerika Serikat, tapi ada juga yang dipinjamkan ke negara lain.


SEJARAH :

Senapan M1 dikembangkan oleh Springfield Armory, dan didesain oleh John Garand. Prototipnya mulai disempurnakan pada tahun 1930an. Walaupun sudah secara resmi diadopsi pada tahun 1932, M1 Garand baru dipakai pada tahun 1936, atas perintah langsung dari Jendral Douglas MacArthur.

Springfield Armory mulai memproduksi senapan ini pada akhir 1930an dan terus menambah jumlah produksi pada tahun 1940 sampai 1945. Dengan pecahnya Perang Dunia II, Winchester Repeating Arms Company juga diberi kontrak untuk memproduksi M1 Garand. Angkatan Darat Inggris juga sempat melirik M1 Garand untuk menggantikan Lee-Enfield No.1 Mk III, tapi dibatalkan karena M1 gagal dalam tes.

Kemampuan M1 Garand untuk menembak secara semi-otomatis memberi keuntungan yang signifikan di medan perang. Tentara Jerman dan Jepang lebih banyak memakai senapan kokang manual. Senapan ini kemudian dikenal sebagi "senapan yang memenangkan perang", dan Jenderal George S. Patton pun mengakui kehebatan senapan ini dengan mengatakan bahwa senapan ini adalah "implementasi pertempuran paling hebat yang pernah diciptakan".[1][2] Keunggulan M1 inilah yang mendorong pihak Sekutu dan Axis untuk memproduksi dan mengembangkan senapan yang memiliki kemampuan tembak semi-otomatis dan full-otomatis.

M1 Garand terbukti sebagai senapan yang handal dalam pemakaiannya pada Perang Dunia II dan Perang Korea. Jepang pun mengembangkan desain tiruannya menjelang akhir Perang Dunia II, tapi belum sempat mencapai tahap produksi. Tahun 1957, M1 Garand digantikan oleh senapan M14. Walau begitu, M1 Garand masih dipakai di Perang Vietnam pada tahun 1963. M1 Garand akhirnya selesai digantikan seluruhnya pada tahun 1965.


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas




Friday, September 12, 2008

SS1 BUATAN ASLI INDOSESIA




SS1 adalah singkatan dari Senapan Serbu 1, senapan serbu yang banyak digunakan oleh TNI dan POLRI. Senapan ini diproduksi oleh PT. Pindad Bandung, berdasarkan senapan FN FNC dengan lisensi dari perusahaan senjata Fabrique Nationale (FN), Belgia.

Senapan ini menggunakan peluru kaliber 5.56 x 45 mm standar NATO dan memiliki berat kosong 4,01 kg. Senapan ini bersama-sama dengan M16, Steyr AUG dan AK-47 menjadi senapan standar TNI dan POLRI, tapi karena diproduksi di Indonesia, senapan ini paling banyak digunakan.

Detail desain

SS-1 diproduksi dalam 2 konfigurasi utama, yaitu senapan standard dan karabin pendek. Versi senapan standar disebut SS1-V1 (FNC “Standard” Model 2000) dan karabin disebut SS1-V2 (FNC “Short” Model 7000). Kedua varian diatas dilengkapi dengan barrel yang berisi pelintiran tembakan tangan kanan sepanjang 178 mm (untuk stabilisasi mengantisipasi peluru SS109 belgia yang lebih berat).

senapan serbu buatan negri sendiri



Sejarah kejuangan tentara Indonesia memang berbeda dengan beberapa Negara tetanga. Tercatat dengan tinta emas bagaimana ribuan arek suroboyo bersama tentara, berkorban meregang nyawa dalam peristiwa sepuluh November.
Hal tersebut secara psikologis menjadi kebanggan tersendiri bagi TNI. Tengok saja negara tetangga di Asia Tenggara. Hampir semuanya tidak mempunyai latar belakang merebut kemerdekaan dengan kemampuan diri sendiri. “yang pasti kami mempunyai tradisi sebagai tentara pejuang yang terlatih dan profesional di bidang pertahanan negara, itu yang membuat kita bangga di hadapan Negara lain,” kata Kadispenum Puspen TNI Kolonel CAJ Yani Basuki, Rabu (31/1).
Namun demikian, kata Kadispenum, kebanggaan secara psikologis tersebut harus diimbangi dengan profesionalitas dan kesejahteraan dari anggota TNI. “Saat ini kami merasa standar kemampuan TNI telah cukup, walaupun banyak sisi yang masih dirasa kurang,” katanya.
Sementara itu yang membanggakan PT. Industri Angkatan Darat (Pindad) siap melakukan inovasi di bidang persenjataan dan komitmennya memberikan yang terbaik bagi TNI dan Polri. “SS-2 (Senapan Serbu-2) buatan Pindad beberapa kali menang dalam ajang pertandingan Internasional. Yang terakhir di Brunei Darussalam,” kata Kadispenum.Sebelumnya di Brunei Darussalam anggota TNI yang memakai SS2-V4 berhasil mengalahkan angkatan bersenjata Brunei, Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina dan Negara ASEAN lainnya yang memakai senapan serbu jenis M16 buatan USA dan AK buatan Rusia.
Senada dengan hal itu, direktur PT. Pindad Budi Santoso mengatakan bahwa SS-2 adalah senapan serbu produk terbaru PT. Pindad yang menggantikan SS-1.” Senapan ini mampu memuntahkan 760 peluru per menit menggunakan kaliber 5.56 mm x 45 dengan komponen seutuhnya asli produk PT. Pindad, S Irianto juga menuturkan keunggulan lain senapan SS2-V4. “ senapan ini dilengkapai alat bidik sistem teleskop opsional. Jarak efektif tembakannya cukup jauh, yaitu 600 meter, dengan jarak capai tiga kilometer,” katanya. Keunggulan lain SS2-V4 tahan terhadap cuaca dan karat. Rencananya Pindad mematok harga di bawah USS 500 untuk ekspor.
Source:http://www.tni.mil.id/news.php?q=dtl&id=113012006113228

m-14 yang melegenda



Masa pengembangan

M14 adalah hasil pengembangan dari senapan-senapan percobaan yang berdasarkan senapan M1 Garand. Meskipun M1 Garand termasuk senapan yang sangat modern pada masanya, M1 masih memiliki kekurangan. Modifikasi pada M1 Garand sudah dimulai sejak akhir Perang Dunia II. Yaitu penambahan kemampuan menembak full-otomatis, dan pemakaian magazen box berisi 20 butir peluru. Perusahaan Winchester, Remington, dan John Garand dari Springfield Armory menawarkan rancangannya masing-masing. Rancangan milik John Garand, T20, sempat menjadi yang paling populer, dan dijadikan dasar untuk percobaan prototip senapan Springfield dari tahun 1945 sampai awal 1950an.

Earle Harvey, juga perancang dari Springfield Armory, mendesain sebuah senapan yang benar-benar berbeda. Rancangannya, T25, dibuat untuk menggunakan peluru baru, .30 Light Rifle. Peluru baru tersebut dibuat berdasarkan peluru .30-06 Springfield yang dipendekkan. Peluru inilah yang akhirnya berevolusi menjadi 7.62 x 51 mm NATO atau .308 Winchester.

Ditempat lain, Lloyd Corbett ditugaskan untuk memodifikasi M1 Garand dan T20 agar bisa memakai peluru 7.62 x 51 mm yang baru ini. Setelah melalui banyak percobaan, muncullah T44. T44 ini menggunakan receiver T20 yang diubah untuk menerima peluru 7.62 x 51 mm dan menggunakan sistem gas milik T25. T44 ini akhirnya menang menghadapi T47 (sebuah T25 yang di modifikasi) dan FN FAL (T48). Pada tahun 1957, Angkatan Bersenjata Amerika Serikat menerima rancangan T44 ini dan menamainya M14. Springfield Armory mulai melaksanakan produksi pada tahun 1958 dan mengirim senapan-senapan pertama ke Angkatan Darat AS pada Juli 1959. Peralihan dari M1 Garand ke M14 selesai pada akhir tahun 1962.

 
Perang Vietnam
M14 pada Perang Vietnam.

Senapan ini menjalankan tugasnya secara baik pada Perang Vietnam. Walaupun merepotkan karena ukurannya yang besar, peluru 7.62 mm milik M14 bisa menembus penghalang dengan baik. Senapan ini juga menjadi senapan yang handal yang tetap berfungsi dengan baik di lingkungan yang keras. Walau begitu M14 masih memiliki banyak kelemahan. Di hutan yang lembab, popor kayu M14 sering mengembang, mengurangi akurasi. Dan karena ukuran pelurunya yang besar, M14 sulit dikendalikan pada pilihan tembakan full-otomatis.

M14 terus menjadi senapan utama infanteri Amerika di Vietnam sampai akhirnya digantikan oleh M16 pada tahun 1967. Keputusan ini mendapat protes dari sejumlah tentara AS, dan beberapa diantaranya tetap memakai M14 karena menganggap M16 kurang kuat dan tidak bisa diandalkan. Angkatan Darat Amerika juga sempat memodifikasi sejumlah M14 menjadi senapan runduk M21. Sejumlah M14/M21 juga akhirnya dimodifikasi menjadi XM25, senapan runduk yang dipakai pasukan khusus.

 
Pemakaian masa kini
M14 yang dimodifikasi, di Afganistan.

Sampai saat ini M14 masih dipakai sebagai senapan runduk dan senapan penembak jitu (designated marksman), karena akurasi jarak jauhnya yang baik. Marinir AS memakai senapan M14 yang dimodifikasi menjadi senapan penembak jitu. Senapan ini dipakai pada perang di Afganistan dan Irak. M14 juga masih dipakai untuk tembakan penghormatan yang dilakukan pada pemakaman militer.

Pada pemerintahan Presiden Bill Clinton, 479.367 pucuk senapan M14 dimusnahkan atas perintah eksekutif dari Presiden. Ini dikarenakan BATFE (Biro Alkohol, Tembakau, Senjata api, dan Bahan peledak) mengkategorikan M14 sebagai senapan mesin.

Secara komersial, versi semi-otomatis M14 dijual untuk umum oleh Springfield Armory, dan perusahaan lainnya, dengan nama M1A dan M14S.